Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Bekali 9 Petunjuk Ini Agar Anak Aman di Media Sosial

Di era digital saat ini, media sosial bukan sesuatu yang asing, bahkan untuk anak-anak, mulai dari Facebook, Snapchat, Instagram, hingga Twitter. Tak sedikit orangtua yang sampai membuatkan akun media sosial untuk anaknya sejak bayi.
Meski bisa menguatkan hubungan sosial anak dengan teman atau keluarga, tetapi media sosial juga memiliki dampak negatif. Misalnya saja anak yang menjadi sasaran bully saat mengunggah foto di media sosial atau melihat postingan yang tidak sesuai dengan usia anak.

Agar anak tetap aman dan cerdas menggunakan media sosial, orangtua perlu memberikan petunjuk dan rambu-rambu.

1.  Hidup di dunia nyata
Anda ingin anak-anak menjalani kehidupan yang penuh makna di dunia nyata. 

"Hidup harus dijalani secara nyata, bukan di belakang layar," menurut Laurie Wolk, penulis Girls Just Wanna Have Likes: How to Raise Confident Girls in the Face of Social Media Madness.

Meski memiliki banyak follower dan setiap postingan selalu mendapat ribuan "like", jangan abaikan kehidupan nyata. “Kita membesarkan orang dewasa di sini, jadi mari kita ajarkan mereka kemampuan komunikasi untuk menjadi orang dewasa di ‘kehidupan nyata’,” saran Wolk.

Dia mengatakan untuk berlatih berkomunikasi dengan anak-anak, bisa dimulai dengan mengadakan pertemuan keluarga, saling berbagi pengalaman hari ini, dan membuat anak-anak biasa membicarakan diri mereka sendiri. Ditambah, anak dan orangtua juga bisa saling mengajukan pertanyaan.

2. Semua orang pamer
Di media sosial, semua orang memamerkan kehidupan mereka yang tampak sempurna. Wolk mengingatkan orang tua untuk menjelaskan kepada anak-anak bahwa tidak ada kehidupan yang sempurna.
"Tidak ada apa pun -bahkan uang, ketenaran, atau pengikut dalam jumlah besar di media sosial—akan membuat hidup kita berjalan dengan sempurna sepanjang waktu. Ketahui ini, Harapkanlah, Bergerak,” sarannya.
Saat Anda berbicara dengan mereka, beri tahu mereka tentang efek mengerikan yang dimiliki media sosial terhadap otak.

(Baca juga: Instagram, Media Sosial Paling Buruk bagi Kesehatan Mental)

3. Pikir sebelum membagikan
Sebelum membagikan ke media sosial, Wolk merekomendasikan orangtua untuk menaruh pertanyaan-pertanyaan ini di dekat komputer anak-anak atau di lemari es, yang akan mendorong anak-anak untuk bertanya kepada diri mereka sendiri tentang aktivitas posting: Apakah ini benar? Apakah ini bermanfaat? Apakah itu baik? Apakah akan menyebabkan drama? Apakah saya posting ini untuk alasan yang benar?

Kertas "Think B4 U Post" juga dapat berisi pertanyaan seperti, "Apakah nenek Anda ingin melihat ini?"; "Apakah itu milikmu yang harus dibagikan?" dan "Maukah Anda berbagi/mengatakan bahwa dalam kehidupan nyata?" Jika semua pertanyaan itu sudah dijawab, maka bisa dibagikan.

4. Media sosial bukan pengganti tatap muka
Tentu, anak-anak Anda mungkin merasa terhubung dengan teman sebayanya, tapi layar kaca bukanlah pengganti koneksi orang. "Pastikan anak-anak Anda tahu bagaimana menunjukkan ketulusan secara langsung, menghibur seseorang dengan berada di sana untuk mereka, dan menjelaskan suatu hal yang serius dengan suara dan bahasa tubuh mereka yang sebenarnya, bukan lewat emoji,” kata Wolk.
5. Jika tidak memiliki sesuatu yang harus dikatakan
Jika Anda tidak memiliki sesuatu yang baik untuk dikatakan, jangan katakan apa-apa. "Anda tidak dapat mendengar nada suara seseorang atau melihat ekspresi wajah mereka di media sosial, jadi lebih mudah menyakiti perasaan (atau membuat perasaan Anda sakit)," kata Wolk.

6. Tidak ada yang privat, meskipun Anda berpikir demikian
Tekankan pada anak-anak bahwa tidak ada yang mereka masukkan ke media sosial bersifat pribadi. Tidak peduli seberapa aman pengaturan privasi mereka. Jauhi untuk mengunggah nomor telepon, alamat, nama lengkap, atau identitas pribadi lainnya.

7. Tenanglah sebelum memposting atau menanggapi
Ajarkan pada anak untuk tidak memposting sesuatu dalam keadaan emosional yang tinggi. "Jika Anda melewati sepekan sekolah yang penuh tekanan, masalah dengan teman, masalah orangtua, atau tidak merasa menjadi yang terbaik, jangan beralih ke teknologi untuk berbicara atau sekadar membuang uap panas,” kata Wolk. Media sosial tidak boleh diperlakukan seperti buku harian.

8. Rasakan dan pahami
Perasaan perlu dirasakan, bukan dihindari sesulit apa pun. "Jika kita mengizinkan anak-anak kita untuk mengalihkan perhatian mereka dengan Netflix, Music.ly, Snapchat, Instagram, atau game berbasis aplikasi terbaru untuk menghindari berurusan dengan kehidupan yang keras, maka saat hal-hal yang sulit terjadi, mereka tidak akan bisa mengatasinya,” ujar Wolk.

9. Waktu jeda dari internet
"Anak-anak dan orang dewasa sama-sama membutuhkan waktu untuk berhenti dari internet,” saran Wolk, "Kita butuh waktu untuk mencabut dan mengisi kembali sumber daya mental dan emosional kita." Anak-anak perlu untuk dapat merefleksikan dan memulihkan hari mereka sebelum bermedia sosial yang baik.(Kompas)